Sabtu, 12 November 2011

Si Belang, Si Botak, Dan Si Buta

green-grass Dunia memang negeri yang penuh dengan berbagai bentuk ujian. Ujian yang akan membongkar jati diri setiap insan. Ketika seseorang mampu selamat dan lulus dalam ujian-ujian tersebut, maka negeri akhiratlah yang bakal ia raih. Sebaliknya, siapapun yang gagal dan terjatuh dalam menghadapinya, maka kesengsaraan ada di depan matanya. Harta yang Allah berikan kepada para hambanya adalah salah satu bentuk ujian yang Allah berikan kepadanya. Apakah ia mampu mensyukuri-Nya atau malah ia kufur terhadap-Nya.
Terlalu banyak contoh kisah orang-orang yang gagal dalam ujian harta ini. Salah satunya, adalah apa yang Rasulullah ` ceritakan berikut kepada kita dari Bani Isra`il. Berita yang datang dari Bani Isra`il atau yang sering disebut dengan Isra`iliyat dapat kita terima bila berita itu telah dibenarkan oleh Al-Quran atau sunnah Rasulullah. Adapun jika tidak ada pada keduanya, maka kita bersikap diam, tidak membenarkan dan tidak mendustakannya.
Rasulullah ` mengisahkan sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam kitab Shahih beliau, bahwa dahulu di masa Bani Isra`il terdapat tiga orang yang sama-sama tertimpa kekurangan dalam fisiknya. Mereka adalah Si Botak, Si Belang, dan Si Buta.
Maka Allah hendak menguji mereka. Allah kirimkan kepada mereka satu malaikat. Malaikat itu pun bertanya,  “Apakah yang kamu inginkan saat ini?” tanya Malaikat tersebut pada ketiganya dalam waktu yang berbeda.
“Aku ingin kulit dan warna tubuh yang indah dan hilang dariku penyakit yang membuat manusia merasa jijik kepadaku”  jawab Si Belang. Maka Malaikat itu mengusap kulitnya dan seketika itu pula hilanglah penyakit belang yang dideritanya.
“Ternak apa yang kamu inginkan?”
“Unta” jawab si belang.
Malaikat lalu memberinya seekor unta betina yang bunting seraya berkata, “Semoga Allah memberkahi untamu ini.”
Adapun Si Botak, ia berkata, “Aku ingin rambut yang indah dan hilang dariku penyakit yang membuat manusia merasa jijik kepadaku.”
Maka malaikat itu mengusap kepalanya dan seketika itu pula ia mendapatkan rambut yang menawan.
“Ternak apa yang kamu inginkan?”
“Sapi” jawabnya.
Dan malaikat itupun memberinya seekor sapi betina yang bunting dan mendoakannya, “Semoga Allah memberkahi sapimu ini.”
Bagaimana dengan Si Buta? Apakah jawabannya? Ia menyatakan, “Aku hanya ingin Allah mengembalikan penglihatanku sehingga aku bisa melihat kembali.” Jawaban seorang yang tawadhu. Ia tidak meminta penglihatan yang bagus. Tetapi ia meminta untuk sekedar bisa melihat. Itu saja. Berbeda dengan Si Belang dan Si Botak. Keduanya meminta sesuatu yang lebih dari apa yang dibutuhkan. Si belang meminta kulit dan warna tubuh yang indah sekaligus. Dan si botak meminta rambut yang menawan. Bukan sekedar kulit dan bukan sekedar rambut. Padahal jika keduanya diberi kulit atau rambut saja itu sudah cukup.
Malaikat tersebut lantas mengusap mata Si Buta dan ia pun mampu melihat kembali. Lantas hewan apakah yang diinginkan si buta? Ternyata ia seorang yang zuhud. Ia tidak meminta unta atau sapi. Tetapi ia meminta seekor kambing. Maka, diberilah ia seekor kambing betina yang buting. “Semoga Allah memberkahi kambingmu ini” kata Malaikat.
Walhasil, ketiga orang tersebut benar-benar mendapatkan berkah pada hewan yang dimiliki. Yaitu, harta yang selalu berkembang dan bertambah banyak. Hewan-hewan milik mereka beranak-pinak. Ketiganya menjadi orang yang kaya raya. Si belang memiliki satu lembah unta, si botak dengan satu lembah sapinya dan si buta dengan satu lembah kambingnya. Di sini terdapat faedah, yaitu janganlah pernah kita menolak atau bahkan menganggap kecil segala hal yang diberikan kepada kita. Kita tidak pernah tahu jika barang tersebut ternyata berbarakah sehingga bertambah dan terus bertambah. Oleh karena itulah, Rasulullah ` tidak pernah menolak pemberian apapun walaupun itu sesuatu yang dianggap kecil. Dapat kita ambil faedah pula mengenai besarnya kekuasaan Allah dan karunia-Nya kepada hamba-Nya. Bagaimana Allah kembangbiakan satu ekor hewan menjadi begitu banyak hingga memenuhi satu lembah. Subhanallah.
Malaikat itu kembali menemui ketiganya. Ia mendatangi Si Belang dengan bentuk manusia yang berpenyakit belang seperti ia dahulu. “Aku adalah lelaki yang miskin. Bekal perjalananku telah habis. Tidak ada lagi yang dapat menolongku selain Allah dan engkau. Demi Dzat yang telah memberimu kulit dan warna yang indah dan harta kekayaan, berikan kepadaku satu ekor unta saja yang dengannya aku dapat meneruskan perjalananku.” pinta malaikat itu.
“Hak-hak yang harus kutunaikan begitu banyak.” katanya.
Ia seorang yang kikir. Ia menolak untuk memberikan seekor unta pun padahal orang yang menemuinya sangat membutuhkannya. Tidak ada rasa belas kasih kepada si miskin, tidak ada rasa syukur kepada Allah sedikit pun pada dirinya.
“Sepertinya aku mengenalmu. Bukankah engkau dahulu adalah seorang yang miskin, engkau memiliki penyakit belang hingga manusia merasa jijik kepadamu. Tetapi Allah memberikan apa yang kau miliki sekarang.” malaikat tersebut berusaha mengingatkan keadaannya dahulu.
Dengan pongahnya ia menjawab, “Aku mendapatkan harta ini secara turun temurun” ia berdusta.
Mudah sekali baginya untuk berdusta. Demikianlah keadaan orang-orang yang fasik. Mereka benar-benar menganggap ringan dosa-dosa yang mereka lakukan. Satu dosa memang bisa beranak-pinak melahirkan dosa-dosa yang lain.
“Kalau kau berdusta, semoga Allah mengembalikanmu pada keadaanmu semula.” kata malaikat itu. Maka, Allah pun mengembalikan kondisi orang tadi pada keadaannya semula. Inilah hukuman yang disegerakan bagi orang yang kufur nikmat. Na’udzu billahi min dzalik.
Kemudian ia mendatangi Si Botak dengan bentuk manusia yang botak pula seperti ia dahulu. Dan -Subhanallah- jawaban Si Botak tidak jauh beda dengan jawaban Si Belang. Keduanya mengingkari nikmat yang Allah berikan padanya. Keduanya telah gagal dalam menghadapi ujian harta ini. Keduanya lebih mengedepankan egonya dari pada ridha Allah l.
Berbeda dengan Si Buta. Ia adalah manusia yang mengakui nikmat Allah kepadanya. Dengan penuh keikhlasan, ketika malaikat meminta seekor kambingnya. Ia berkata, “Dahulu aku memang seorang yang buta. Kemudian Allah mengembalikan penglihatanku. Ambillah hartaku sesukamu. Demi Allah, aku tidak akan menahan apapun yang kau ambil karena Allah.” Ia meyakini bahwa segala yang ia dapatkan itu berasal dari Allah semata. Baik itu penglihatan ataupun hartanya. Inilah syukur nikmat yang sempurna.  Yang didasari dengan pengakuan hati bahwa segalanya berasal dari Allah l. Lisan juga ikut memuji Allah. Dan ia juga siap untuk menyalurkan harta pada hal-hal yang diridhai oleh Allah l.
Mendengar kejujurannya, malaikat itu berkata, “Tahanlah hartamu, sebenarnya kalian bertiga sedang diuji. Allah telah ridha kepadamu dan Allah murka kepada dua orang temanmu”. Allah ridha kepadanya dengan kejujuran dan rasa syukurnya yang besar kepada Allah. Dan Allah murka kepada dua temannya kala mereka kufur dan sombong dengan harta yang mereka miliki. Kesimpulannya, syukur nikmat yang dilakukan oleh seorang hamba termasuk sebab harta itu tetap ada padanya. Bahkan hal itu bisa menambahkannya. Allah telah berfirman yang artinya, “Jikalau kalian mau bersyukur, niscaya Aku akan menambahkan nikmat-Ku kepada kalian. Tetapi jika kalian kufur, maka adzab-Ku sungguh pedih” [Q.S. Ibrahim:7]. Wallahu a’lam. [sufyan alwi]
Bookmark and Share

Leave a Reply





tulis gambar diatas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut

Arsip Blog