Selasa, 01 November 2011

Pembunuh 100 Jiwa

belati

Dalam lembaran kitab hadits banyak sekali kita temukan kisah-kisah penuh hikmah yang dituturkan oleh Rasulullah . Inilah hikmah dakwah beliau, bagusnya pendidikan beliau. Karena dengan menyebutkan kisah nyata, orang cenderung tertarik dan mudah mencerna untuk mencontohnya. Salah satunya adalah yang diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari dan Imam Muslim dalam kitab shahihnya, dari shahabat Abu Sa’id Sa’ad bin Malik bin Sinan Al Khudri , Rasulullah  mengisahkan bahwa pada umat terdahulu ada orang yang telah membunuh 99 jiwa. Orang ini bertanya-tanya siapakah manusia yang paling berilmu di atas dunia ini. Ia ingin bertaubat namun tidak mengetahui apa yang harus dilakukan. Di sinilah pentingnya seorang yang berilmu yang senantiasa membimbing manusia kepada hidayah, rahmat dan ampunan Allah ta’ala. Seorang berilmu di tengah manusia ibarat pelita dalam gulita.
Pembunuh ini ditunjukkan kepada rahib, seorang ahli ibadah. Ia pun lantas mendatangi dan bertanya kepada si rahib apakah taubatnya bisa diterima. Tanpa landasan ilmu si rahib menjawab ‘tidak’. Maka dibunuhlah si rahib karena jawabannya sehingga lengkap 100 jiwa yang dibunuh. Inilah hukuman yang Allah segerakan di dunia bagi orang yang berkata atas nama agama tanpa ilmu. Sebuah dosa besar yang Allah sebutkan setelah kesyirikan. Allah berfirman:
“Katakanlah, “Rabbku hanyalah mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengatakan atas Allah apa yang tidak kalian ketahui.” [Q.S. Al A’raf:33]. Imam Ibnul Qayyim  menjelaskan bahwa dalam ayat ini Allah ta’ala mengurut dosa dari yang teringan. Sehingga dosa yang disebutkan terakhir adalah yang paling besar. Kita berlindung kepada Allah dari dosa-dosa ini.
Setelah pembunuh ini terus mencari, ditunjukkanlah kepada seorang yang berilmu. Si pembunuh menceritakan kisahnya yang telah membunuh 100 jiwa. Ia meminta solusi kepada orang alim tersebut tentang taubat yang harus ia lakukan. Sang alim membimbingkan untuk meninggalkan daerahnya yang jelek menuju daerah yang masyarakatnya masih di atas fitrah, beribadah kepada Allah Ta’ala saja. Karena lingkungan memang sangat berpengaruh terhadap agama seseorang. Bahkan, Allah Yang Maha Mengetahui memerintahkan Nabi-Nya untuk memilih lingkungan yang baik. Allah berfirman yang artinya, “Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Rabb mereka di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya, dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini, dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” [Q.S. Al Kahfi:28]. Karena itu, sang alim menyarankan agar si pembunuh tinggal bersama orang yang shalih agar bisa benar-benar mewujudkan taubatnya dan beribadah kepada Allah ta’ala semata. Dari kisah ini kita mendapat pelajaran pula tentang disyariatkannya bagi orang yang bertaubat untuk meninggalkan seluruh kondisi dan kebiasaan yang dahulu dilakukan.
Pembunuh yang bulat tekad untuk bertaubat ini pun melaksanakan nasehat sang alim. Berangkatlah ia menuju daerah yang lingkungannya baik tersebut. Namun di tengah jalan, maut menjemputnya. Ia meninggal dunia menghadap kepada Allah Yang Maha Tinggi dengan hanya membawa niat yang jujur, niatan untuk menjadi baik dan berbuat baik. Rasulullah  mengisahkan bahwa malaikat rahmat dan malaikat azab berselisih memperebutkan ruh orang ini. Malaikat rahmat mengatakan, “Ia menghadap dalam keadaan bertaubat dengan sepenuh hati kepada Allah ta’ala.”  Malaikat azab menyahut, “Tetapi ia belum pernah melakukan kebaikan sama sekali.” Di saat itulah datang seorang malaikat dalam wujud manusia yang mereka jadikan sebagai hakim untuk memutuskan perselisihan mereka. Maka diputuskan untuk mengukur jarak antara dua daerah, yaitu daerah asal dan daerah yang dituju, manakah yang lebih dekat dengan tempat tersebut. Setelah diukur, ternyata lebih dekat kepada daerah yang dituju, diambillah ruh tersebut oleh malaikat rahmat.
Demikianlah, siapa yang niatnya jujur dan berusaha sekuat tenaga untuk berhijrah kepada Allah ta’ala maka ia pasti akan mendapatkan pahala, walaupun ia belum pernah mengamalkan amalan shalih selain niatnya yang jujur. Allah ta’ala pun pasti akan menolong dan membimbing orang yang demikian ini. Sebagaimana disebutkan dalam sebagian riwayat lain bahwa Allah ta’ala memerintahkan kepada daerah yang jelek penduduknya untuk menjauh dari pembunuh ini, dan mewahyukan daerah yang baik untuk mendekat. Sehingga setelah diukur jadilah daerah yang shalih lebih dekat dengan selisih satu jengkal, kemudian Allah ta’ala mengampuninya.
Dalam riwayat yang lain pula disebutkan bahwa ketika maut menjemput, orang ini tetap berusaha merayap mendekat daerah yang shalih dengan dadanya. Ini sesuai dengan janji Allah dalam salah satu ayat-Nya yang artinya, “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” [Q.S. Al Ankabut:69]. Dan inilah rahmat dan kasih sayang Allah ta’ala Yang Maha Luas. Bahwa Allah ta’ala mengampuni dosa apa pun bagi yang bertaubat dengan sungguh-sungguh. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh, maka kejahatan mereka itu akan diganti Allah dengan kebajikan. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan amal shalih, maka sesungguhnya ia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya.” [Q.S. Al Furqan:70,71].
Kisah dalam hadits ini juga menunjukkan kepada kita bahwa amalan itu tergantung pada penutupnya. Siapa yang sepanjang umurnya terjatuh dalam kemaksiatan, kemudian di penghujung umurnya ia bertaubat atas taufik dan hidayah dari Allah, Allah ta’ala pasti akan mengampuninya. Sebaliknya, siapa yang selalu berbuat kebaikan, tetapi di akhir kehidupannya ia bermaksiat kepada Allah, maka amalannya sesuai penutupnya. Rasulullah  menegaskan, “Hanyalah amalan itu sesuai penutupnya.” [H.R. Al Bukhari dari shahabat Sahl bin Saad ]. Semoga Allah ta’ala senantiasa mengaruniakan kepada kita semua nikmat istiqomah sehingga menghadap kepada-Nya dengan husnul khatimah. Amin. Allahu a’lam. [farhan]
Bookmark and Share

Leave a Reply





tulis gambar diatas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut

Arsip Blog