Sabtu, 12 November 2011

Mengunjungi Saudara Karena Mencintainya


the_blue_door_by_thanuUHadits
Rasulullah ` bersabda:

أَنَّ رَجُلًا زَارَ أَخًا لَهُ فِي قَرْيَةٍ أُخْرَى فَأَرْصَدَ اللَّهُ لَهُ عَلَى مَدْرَجَتِهِ مَلَكًا فَلَمَّا أَتَى عَلَيْهِ قَالَ أَيْنَ تُرِيدُ قَالَ أُرِيدُ أَخًا لِي فِي هَذِهِ الْقَرْيَةِ قَالَ هَلْ لَكَ عَلَيْهِ مِنْ نِعْمَةٍ تَرُبُّهَا قَالَ لَا غَيْرَ أَنِّي أَحْبَبْتُهُ فِي اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ قَالَ فَإِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكَ بِأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَبَّكَ كَمَا أَحْبَبْتَهُ فِيهِ

“Sesungguhnya ada seseorang yang mengunjungi saudaranya di daerah lain, maka Allah mengutus seorang malaikat menunggu orang tersebut di jalan yang ia lalui. Ketika orang tersebut lewat, malaikat bertanya, “Hendak kemanakah engkau?” Ia menjawab, “Aku ingin mengunjungi saudaraku yang tinggal di daerah ini.” Ia menjawab, “Apakah engkau memiliki piutang yang menjadi tanggungan saudaramu tersebut yang ingin engkau ambil.” Ia menjawab, “Tidak ada, selain karena aku mencintainya karena Allah ‘Azza wa Jalla.” Malaikat pun berkata, “Sesungguhnya aku adalah utusan Allah yang Allah utus untuk menyampaikan bahwa Allah pun mencintaimu sebagaimana engkau mencintai saudaramu tersebut karena-Nya.” [H.R. Muslim dari shahabat Abu Hurairah z].
Dalam hadits yang mulia ini Rasulullah ` memberikan banyak pelajaran kepada kita. Di antara pelajaran itu adalah, disunahkannya mengunjungi saudaranya yang jauh karena Allah, bukan karena urusan materi atau segala kepentingan duniawi. Saudara di sini maksudnya adalah saudara seiman. Karena disyaratkannya niat cinta karena Allah. Disamping hal ini termasuk silaturahmi, sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa silaturahmi yang bersifat umum adalah kepada saudara seiman, kunjungan kepada mereka akan memupuk keimanan dan ketakwaan. Saling mengingatkan kepada kebenaran, ketakwaan, dan kesabaran.
Memang, pergaulan sangat berpengaruh dalam membentuk karakter seseorang. Allah berfirman yang artinya, “Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Rabb mereka di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya, dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini, dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” [Q.S. Al Kahfi:28]. Rasulullah ` sebagai Nabi yang terbimbing wahyu masih juga Allah perintahkan untuk mencari teman yang shalih, teman seiman, apalagi selain beliau ` tentu lebih membutuhkannya. Kita butuh teman yang selalu mengingatkan kita ketika lupa, menasehati kita ketika lalai, mendorong kita ketika malas. Hal ini dapat terwujud salah satunya dengan mengunjungi saudara seiman. Apalagi saudara tersebut seorang yang berilmu atau bahkan termasuk kerabat, tentu manfaat ukhrawi semakin besar didapat.
Besarnya pahala yang didapat sesuai dengan kadar usaha. Semakin berat dalam pelaksanaan amalan shalih, semakin banyak pengorbanan yang dilakukan, maka nilainya akan semakin besar di sisi Allah. Tentu setelah persyaratan ikhlas terpenuhi. Pelajaran ini dapat kita petik dari kisah kunjungan jauh yang dilakukan seseorang yang tersebut dalam hadits ini. Sampai Allah mengutus seorang malaikat secara khusus yang menyampaikan pahala yang ia raih. Rasulullah ` pun menegaskan, “Sesungguhnya pahalamu sesuai dengan usahamu.” [H.R. Abu ‘Awanah dari shahabat Aisyah x]. Hadits ini menunjukkan pula bahwa malaikat bisa berubah bentuk atas izin Allah dalam penampilan manusia.
Hadits ini mengajarkan kepada kita pula tentang keutamaan cinta karena Allah dan saling berkunjung karena-Nya. Siapa yang cinta karena Allah, maka Allah pun akan mencintainya. Hadits yang menjelaskan tentang masalah ini cukup banyak, di antaranya Rasulullah ` bersabda yang artinya, “Allah Tabaraka wa ta’ala berfirman, ‘Telah pasti kecintaan-Ku kepada dua orang yang saling mencinta karena Aku, saling bermajelis karena Aku, saling mengunjungi karena Aku, dan saling memberi karena Aku.” [H.R. Malik dari shahabat Muadz bin Jabal z, dishahihkan Syaikh Al Albani v dalam Shahih At Targhib]. Lalu apa lagi yang diinginkan setelah kecintaan-Nya? Adakah karunia yang lebih besar darinya? Ketika Allah mencintai seseorang maka Dia akan memberikan taufik dalam meniti jalan yang lurus. Allah selalu membimbing dan memudahkannya dalam ketaatan kepada-Nya. Rahmat-Nya pun senantiasa dilimpahkan sehingga keutamaan dunia dan akhirat akan didapat. Rasulullah ` bersabda yang artinya, [H.R. Muslim dari shahabat Abu Hurairah z].
Hadits ini menunjukkan sifat mahabbah (cinta) bagi Allah. Bahwa Allah dicintai dan mencintai apa saja dan siapa saja yang dikehendaki-Nya. Sifat cinta yang sesuai dengan keagungan dan kebesaran-Nya, tidak sama atau serupa dengan sifat cinta yang ada pada makhluk. Allah berfirman yang artinya, “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Melihat.” [Q.S. Asy Syura:11].
Sebagai seorang muslim kita harus menyakini mahabbah sebagai sifat Allah Yang hakiki. Bukan hanya dalam banyak hadits, bahkan Allah pun telah menetapkan sifat ini untuk diri-Nya dalam banyak ayat. Dalam surat yang kedua saja (Al Baqarah) Allah berfirman yang artinya, “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat ihsan.”, “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang senang bertaubat kepada-Nya, dan mencintai orang-orang yang membersihkan diri.” Ayat yang lainnya sangat banyak. Jadi, kewajiban kita adalah menyakininya sebagai sifat Allah yang hakiki, sesuai keagungan dan kebesaran Allah. Tidak menyerupakan sifat ini dengan makhluk, tidak menanyakan hakikatnya, tidak menyelewengkan maknanya, dan tidak pula menolaknya. Demikian keyakinan Ahlu Sunnah wal Jamaah. Allahu A’lam. [Farhan].
Referensi: Shahih At Targhib karya Al ‘Alamah Al Albani v
Riyadhush Shalihin karya Al Imam An Nawawi v
Bookmark and Share

Leave a Reply





tulis gambar diatas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut

Arsip Blog