Selasa, 01 November 2011

HARTA QORUN

treasure-chest Manusia memang tercipta bersifat senang dan tamak untuk memiliki harta kekayaan sebanyak-banyaknya. Berbagai cara dan usaha mereka lakukan untuk meraihnya. Tak jarang, perbuatan-perbuatan haram yang sejatinya mereka paham dan mengerti betul keharamannya tetap mereka lakukan demi meraih apa yang selama ini mereka idam-idamkan.
Pada dasarnya, memiliki harta dunia diperbolehkan bahkan dituntut oleh syariat dalam keadaan tertentu. Tergantung bagaimana cara manusia mencari dan mengaturnya. Jikalau mereka mencari dengan cara yang halal kemudian mampu mensyukurinya, maka hal itu merupakan kebaikan baginya.  Adapun jikalau mereka tidak mampu melakukannya, maka sangat tepat baginya untuk mempelajari dan memahami kisah Qarun berikut ini dengan cermat.
Dalam akhir-akhir surat Al Qashash, Allah menceritakan kepada kita kisah si sombong Qarun. Allah menerangkan bahwa Qarun termasuk kaum Nabi Musa q. Bahkan mayoritas ahli tafsir menerangkan bahwa Qarun itu anak paman alias sepupunya Nabi Musa q. Benar, Qarun memiliki tali kekerabatan yang dekat dengan Nabi Musa q. Akan tetapi kekerabatan tersebut tidaklah bermanfaat baginya. Dekatnya kekerabatan seseorang dengan orang-orang yang shalih tidak bermanfaat baginya jika ia tetap bersikukuh tidak mau mengikuti apa yang dilakukan orang shalih tersebut. Bukan kekerabatan itu sendiri yang bermanfaat tetapi amalan yang ia lakukan kala ia mengikuti amalan shalih kerabatnya tersebut itulah yang bermanfaat baginya. Sering kita temui beberapa orang yang merasa bangga jika ia memiliki kerabat yang memiliki kedudukan dalam agamanya. Padahal ia tidak pernah melakukan apa yang dicontohkan oleh kerabatnya. Kekerabatan yang seperti ini tidaklah bermanfaat di dunia, terlebih di akhirat. Allah l menegaskan, “Apabila sangkakala ditiup, maka pada hari itu tidak ada lagi pertalian nasab diantara mereka dan tidak pula mereka saling bertanya-tanya”. [Q.S. Al-Mukminun:101].
Berkaitan dengan harta Qarun, Allah l berfirman, “Dan kami berikan kepadanya perbendaharaan harta yang begitu banyak dimana kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat.” [Q.S. Al-Qashash:76]. Inilah Qarun, hartanya yang sedemikian melimpah hingga banyak kunci yang ia buat untuk menjaganya. Akan tetapi, harta Qarun adalah harta yang tidak disyukuri. Harta tersebut yang menyebabkan kebinasaannya ketika ia berbuat aniaya dengannya. Satu hal yang harus dicamkan setiap pribadi muslim di saat ia sedang mencari harta, ia haruslah senantiara sadar bahwa setiap harta yang ia miliki sejatinya adalah titipan dari Dzat Yang Maha Memberi agar kita tepat dalam menyalurkannya. Dan pasti di hari kiamat kelak kita akan diminta pertanggungjawaban. Carilah harta selama ia yakin ia mampu membelanjakannya pada apa yang diridhai oleh Dzat Yang menitipkannya. Adalah Allah l telah memberikan bimbingan kepada hamba-Nya dalam mencari harta dan membelanjakannya. Allah l berfirman, “[Hari kebangkitan adalah] hari yang tidak berguna harta kekayaan dan anak keturunan” [Q.S. Asy-Syu’ara’:88] di hari kiamat harta kekayaan sama sekali tidak bermanfaat sebesar apapun jumlahnya. Tidak dapat dipakai untuk menyuap, menebus atau mengeluarkan pemiliknya dari penjara adzab.
Melihat tingkah Qarun yang demikian, maka kaumnya menasehatinya, “Janganlah engkau merasa bangga (dengan harta yang kau miliki itu), sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang suka membanggakan diri. Carilah negeri akhirat dengan apa yang Allah anugerahkan kepadamu. Janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia ini. Berbuat baiklah kepada orang lain seperti halnya Allah telah berbuat baik kepadamu. Janganlah engkau berbuat kerusakan di muka bumi ini. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang suka berbuat kerusakan.” [Q.S. Al-Qashash: 76-77]. Nasehat yang benar-benar berharga bagi Qarun dan siapapun yang setipe dengannya. Diawali dengan teguran untuk tidak berbangga diri. Karena berawal dari sikap tersebut, maka sikap-sikap tercela lainnya akan menyertai. Apakan itu sombong, bakhil atau pelit, merendahkan orang lain bahkan mampu menjerumuskan pemiliknya untuk menolak kebenaran dan sederet sifat buruk lainnya. Di dalam surat Saba`, Allah l menceritakan,   “Dan tidaklah kami utus seorang pemberi peringatan pada suatu negeri melainkan orang-orang kaya dinegeri tersebut berkata ‘Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kalian ajarkan, Kami lebih banyak harta dan anaknya daripada kalian, tidak mungkin kami akan diadzab” [Q.S. Saba’: 35] Perhatikanlah, mereka menolak mentah-mentah kebenaran disebabkan perasaan bangga diri atas kekayaan yang mereka miliki.
Selanjutnya, kaumnya menasehati untuk bersikap adil dalam hal harta. Janganlah ia termasuk dari dua golongan manusia. Pertama, golongan manusia yang tidak bersyukur dengan harta kekayaan yang mereka miliki. Mereka tidak menjadikan hartanya sebagai perantara untuk mendapatkan negeri akhirat. Sehingga yang ada di benak mereka adalah bagaimanakah mereka meraup harta sebanyak-banyaknya untuk kemudian mereka nikmati selama hayat masih ada.
Golongan kedua adalah mereka yang tidak mau bekerja mencari harta dengan alasan hal itu menyibukannya dari negeri akhirat dan meganggapnya dapat mengurangi keikhlasan seseorang. Suatu pendapat yang aneh dan nyleneh. Apakah mereka tidak tahu bahwa para Nabi -yang kita mengakui bahwa mereka adalah sebaik-baik makhluk Allah- saja masih tetap bekerja mencari nafkah. Apakah berarti mereka kurang keikhlasannya? Tentu saja tidak.
Selanjutnya, kaumnya mengingatkan bahwa apa yang ia miliki semata-mata berasal dari Allah kepadanya. Segala hal yang akan didapat setiap hamba telah ditetapkan oleh Allah. Ketika Allah telah menetapkan bahwa Fulan berhak meraih ini dan itu, maka ia pasti akan meraihnya walaupun aral rintangan menghalangi. Demikian pula sebaliknya, jikalau Allah menetapkan bahwa Fulan tidak berhak meraihnya, maka ia pasti akan terluput darinya bagaimanapun usaha dikerahkan untuk mendapatkannya.
Bukannya Qarun sadar akan kekeliruannya, malah dengan congkak ia sesumbar, “Sesungguhnya aku mendapatkan harta ini karena aku memiliki ilmu mengenainya” [Q.S. Al Qashash:78]. Menurut ahli tafsir, maksudnya adalah “Harta ini aku dapatkan semata-mata karena kepandaianku.” Artinya, tidak ada campur tangan pihak lain dalam mendapatkannya termasuk Allah. Masya Allah. Hal ini menunjukkan bahwa Qarun telah kufur nikmat dengan ucapannya. Ditambah lagi, dengan kepongahannya ia pun, “Keluar menemui kaumnya dengan memamerkan harta kekayaan yang ia miliki” [Q.S. Al-Qashash:79]. Dosa diatas dosa. Subhanallah, sungguh benar kata para ulama, satu perbuatan dosa akan melahirkan dosa-dosa yang lain.
Keluarnya Qarun dengan membawa segenap kekayaannya ini menuai decak kagum orang-orang yang setipe dengannya. Dan inilah mayoritas keadaan manusia. “Mereka sekedar mengetahui apa yang nampak dari kehidupan dunia ini dan mereka lalai terhadap hari akhir.” [Q.S. Ar-Rum: 6] Berbeda dengan orang-orang yang berilmu, mereka tidak silau dengan harta yang dimiliki Qarun. Karena mereka paham, bahwa negeri akhirat itu jauh lebih baik dibandingkan harta yang dimiliki Qarun. Maka di sini terdapat faedah keutamaan ilmu dan pemiliknya. Ilmu membimbing pemiliknya untuk senantiasa mencari hikmah dari kejadian-kejadian yang nampak di hadapannya.
Ketika Qarun semakin menjadi-jadi kesombongannya dan kekufurannya, maka Allah pun menghukumnya dengan hukuman yang begitu mengerikan. “Maka Kami benamkan Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Tidak ada satu golonganpun yang yang mampu menyelamatkannya dari adzab Allah dan ia bukan termasuk orang-orang yang mampu menolong dirinya sendiri” benar-benar adzab yang setimpal. Ketika Qarun mengangkat dirinya setinggi-tingginya, maka Allah hinakan dan Allah rendahkan ia serendah-rendahnya. Kasihan, harta kekayaannya yang ia pamerkan tidak mampu menolongnya. Dan memang, balasan itu sesuai dengan perbuatannya. Wallahu a’lam. [Sufyan Alwi]
Bookmark and Share

Leave a Reply





tulis gambar diatas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut

Arsip Blog