KAJIAN FIQH PEMBAHASAN SHOLAT JUMAT (BAG I.a.)
Oleh Ustadz Kharisman
1. Siapa saja yang wajib melakukan sholat Jumat?
Jawab:
Jawab:
الجمعةُ حق واجبٌ على كل مسلم في جماعة؛ إلا أربعة: عبد مملوك، أو امرأة، أو صبي، أو مريض (رواه أبو داود)
“Sholat Jumat wajib dilakukan setiap muslim secara berjamaah, kecuali 4 golongan: hamba sahaya, wanita, anak kecil, dan orang yang sakit “ (H.R Abu Dawud).
Hadits tersebut dinilai lemah oleh sebagian Ulama’ karena diriwayatkan oleh Thariq bin Syihab yang tidak pernah mendengar langsung dari Nabi. Namun, meski ia tidak pernah mendengar langsung dari Nabi, ia pernah melihat Nabi (sebagaimana dinyatakan Abu Dawud), sehingga termasuk kategori Sahabat (sebagaimana pendapat Ibnu Mandah dan Abu Nu’aim). Kalaupun hadits tersebut terhitung mursal, namun merupakan mursal shohaby yang bukan merupakan sisi kelemahan dalam hadits sebagaimana dijelaskan oleh Imam anNawawy. Beberapa Ulama’ yang menshahihkan hadits tersebut di antaranya adalah al-Hakim, adz-Dzahaby, al-Baihaqy, Ibnu Rojab (dalam Fathul Baari), Ibnu Katsir (dalam Irsyadul Faqiih) dan Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albaany. Bahkan al-Baihaqy menyatakan bahwa hadits ini memiliki jalur-jalur periwayatan lain yang menguatkannya, di antaranya hadits Jabir dan Tamim adDaari.
Selain 4 golongan tersebut, yang termasuk tidak wajib melakukan sholat Jumat adalah musafir. Sebagaimana Nabi ketika melakukan haji wada’ pada saat wukuf di Arafah bertepatan dengan hari Jumat beliau tidak sholat Jumat, namun sholat dzhuhur (hadits Jabir riwayat Muslim). Demikian juga tidak pernah ternukil dalam sebuah hadits bahwa Nabi pada saat safar melakukan sholat Jumat. Beliau juga tidak pernah memerintahkan para Sahabat yang safar untuk melakukan sholat Jumat.
Bisa disimpulkan bahwa golongan yang wajib melakukan sholat Jumat adalah:
a) Mukallaf dan berakal sehat.
Sholat Jumat tidak wajib bagi anak kecil yang belum baligh, ataupun orang gila, dan orang yang hilang kesadaran. Non muslim juga tidak diwajibkan melakukan sholat Jumat, dalam arti tidak akan ternilai sebagai ibadah. Namun, sikap mereka tidak sholat Jumat tersebut adalah bentuk dosa yang akan dibalas dengan adzab di akhirat.
b) Laki-laki.
Wanita tidak wajib sholat Jumat.
c) Sehat.
Orang yang sakit tidak wajib sholat Jumat.
d) Muqim.
Musafir tidak wajib melakukan sholat Jumat. Namun, jika ia singgah di suatu tempat (perkampungan/kota) dan sholat Jumat bersama orang-orang mukim tersebut, ia akan mendapatkan keutamaan sholat Jumat yang besar, dan ia tidak terbebani untuk sholat Dzhuhur lagi (Fatwa Syaikh bin Baz).
e) Merdeka.
Hamba sahaya (budak) tidak wajib melakukan sholat Jumat.
Hadits tersebut dinilai lemah oleh sebagian Ulama’ karena diriwayatkan oleh Thariq bin Syihab yang tidak pernah mendengar langsung dari Nabi. Namun, meski ia tidak pernah mendengar langsung dari Nabi, ia pernah melihat Nabi (sebagaimana dinyatakan Abu Dawud), sehingga termasuk kategori Sahabat (sebagaimana pendapat Ibnu Mandah dan Abu Nu’aim). Kalaupun hadits tersebut terhitung mursal, namun merupakan mursal shohaby yang bukan merupakan sisi kelemahan dalam hadits sebagaimana dijelaskan oleh Imam anNawawy. Beberapa Ulama’ yang menshahihkan hadits tersebut di antaranya adalah al-Hakim, adz-Dzahaby, al-Baihaqy, Ibnu Rojab (dalam Fathul Baari), Ibnu Katsir (dalam Irsyadul Faqiih) dan Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albaany. Bahkan al-Baihaqy menyatakan bahwa hadits ini memiliki jalur-jalur periwayatan lain yang menguatkannya, di antaranya hadits Jabir dan Tamim adDaari.
Selain 4 golongan tersebut, yang termasuk tidak wajib melakukan sholat Jumat adalah musafir. Sebagaimana Nabi ketika melakukan haji wada’ pada saat wukuf di Arafah bertepatan dengan hari Jumat beliau tidak sholat Jumat, namun sholat dzhuhur (hadits Jabir riwayat Muslim). Demikian juga tidak pernah ternukil dalam sebuah hadits bahwa Nabi pada saat safar melakukan sholat Jumat. Beliau juga tidak pernah memerintahkan para Sahabat yang safar untuk melakukan sholat Jumat.
Bisa disimpulkan bahwa golongan yang wajib melakukan sholat Jumat adalah:
a) Mukallaf dan berakal sehat.
Sholat Jumat tidak wajib bagi anak kecil yang belum baligh, ataupun orang gila, dan orang yang hilang kesadaran. Non muslim juga tidak diwajibkan melakukan sholat Jumat, dalam arti tidak akan ternilai sebagai ibadah. Namun, sikap mereka tidak sholat Jumat tersebut adalah bentuk dosa yang akan dibalas dengan adzab di akhirat.
b) Laki-laki.
Wanita tidak wajib sholat Jumat.
c) Sehat.
Orang yang sakit tidak wajib sholat Jumat.
d) Muqim.
Musafir tidak wajib melakukan sholat Jumat. Namun, jika ia singgah di suatu tempat (perkampungan/kota) dan sholat Jumat bersama orang-orang mukim tersebut, ia akan mendapatkan keutamaan sholat Jumat yang besar, dan ia tidak terbebani untuk sholat Dzhuhur lagi (Fatwa Syaikh bin Baz).
e) Merdeka.
Hamba sahaya (budak) tidak wajib melakukan sholat Jumat.
2. Apa ancaman bagi orang yang tidak melakukan sholat Jumat tanpa udzur?
Jawab:
Jawab:
مَنْ تَرَكَ الْجُمُعَةَ ثَلاثَ مَرَّاتٍ تَهَاوُنًا بِهَا طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قَلْبِهِ (رواه الترمذي)
Kita berlindung kepada Allah dari tertutupnya hati kita. Jika seseorang telah tertutp hatinya, maka nasehat-nasehat dan pelajaran dari alQuran dan hadits Nabi tidak akan berpengaruh padanya. Jadilah ia sebagai seorang munafiq. Wal-iyaadzu billaah!
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلَا هَلْ عَسَى أَحَدُكُمْ أَنْ يَتَّخِذَ الصُّبَّةَ مِنْ الْغَنَمِ عَلَى رَأْسِ مِيلٍ أَوْ مِيلَيْنِ فَيَتَعَذَّرَ عَلَيْهِ الْكَلَأُ فَيَرْتَفِعَ ثُمَّ تَجِيءُ الْجُمُعَةُ فَلَا يَجِيءُ وَلَا يَشْهَدُهَا وَتَجِيءُ الْجُمُعَةُ فَلَا يَشْهَدُهَا وَتَجِيءُ الْجُمُعَةُ فَلَا يَشْهَدُهَا حَتَّى يُطْبَعَ عَلَى قَلْبِهِ
وَسُئِلَ ابْنُ عَبَّاسٍ عَنْ رَجُلٍ يَصُومُ النَّهَارَ وَيَقُومُ اللَّيْلَ لَا يَشْهَدُ جُمْعَةً وَلَا جَمَاعَةً قَالَ هُوَ فِي النَّارِ
3. Apa saja udzur syar’i yang membolehkan seseorang laki-laki meninggalkan sholat Jamaah 5 waktu dan sholat Jumat?
Jawab:
Para Ulama menjelaskan udzur-udzur syar’i yang membolehkan seseorang laki-laki meninggalkan sholat Jumat dan sholat berjamaah 5 waktu di masjid. Udzur-udzur tersebut di antaranya:
1. Sakit.
Sebagaimana Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam ketika sakit, beliau tidak sholat di masjid padahal rumah beliau berdampingan dengan masjid. Justru beliau memerintahkan agar Abu Bakar yang menjadi Imam sholat menggantikan beliau (sebagaimana riwayat alBukhari dan Muslim dari ‘Aisyah).
Namun, sangat perlu ditekankan di sini bahwa kadar sakitnya adalah sakit yang benar-benar menyusahkan seseorang untuk bisa mendatangi sholat berjamaah di masjid.
Dalam menentukan takaran apakah seseorang sakitnya sudah masuk kategori udzur atau belum, diperlukan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah dari orang yang bersangkutan agar ia tidak bermudah-mudahan. Demikianlah diterapkan pada poin-poin udzur yang lain, hendaknya kadarnya ditentukan secara adil (tidak terlalu ringan dan meremehkan, tidak pula sangat ketat dan berlebih-lebihan).
2. Menahan keluarnya sesuatu dari 2 jalan (qubul dan dubur)
Seperti seseorang yang menahan kencing, buang air besar, atau buang angin. Jika waktu sholat Jumat tiba dan dia sedang sangat berkebutuhan untuk keperluan tersebut sehingga harus antri di toilet atau semisalnya, jika terluput dari sholat Jumat, maka yang demikian termasuk udzur baginya. Karena Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Jawab:
Para Ulama menjelaskan udzur-udzur syar’i yang membolehkan seseorang laki-laki meninggalkan sholat Jumat dan sholat berjamaah 5 waktu di masjid. Udzur-udzur tersebut di antaranya:
1. Sakit.
Sebagaimana Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam ketika sakit, beliau tidak sholat di masjid padahal rumah beliau berdampingan dengan masjid. Justru beliau memerintahkan agar Abu Bakar yang menjadi Imam sholat menggantikan beliau (sebagaimana riwayat alBukhari dan Muslim dari ‘Aisyah).
Namun, sangat perlu ditekankan di sini bahwa kadar sakitnya adalah sakit yang benar-benar menyusahkan seseorang untuk bisa mendatangi sholat berjamaah di masjid.
Dalam menentukan takaran apakah seseorang sakitnya sudah masuk kategori udzur atau belum, diperlukan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah dari orang yang bersangkutan agar ia tidak bermudah-mudahan. Demikianlah diterapkan pada poin-poin udzur yang lain, hendaknya kadarnya ditentukan secara adil (tidak terlalu ringan dan meremehkan, tidak pula sangat ketat dan berlebih-lebihan).
2. Menahan keluarnya sesuatu dari 2 jalan (qubul dan dubur)
Seperti seseorang yang menahan kencing, buang air besar, atau buang angin. Jika waktu sholat Jumat tiba dan dia sedang sangat berkebutuhan untuk keperluan tersebut sehingga harus antri di toilet atau semisalnya, jika terluput dari sholat Jumat, maka yang demikian termasuk udzur baginya. Karena Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لَا صَلَاةَ بِحَضْرَةِ الطَّعَامِ وَلَا هُوَ يُدَافِعُهُ الْأَخْبَثَانِ
3. Sudah terhidang makanan di hadapannya dan ia sangat lapar.
Dalilnya adalah hadits riwayat muslim yang disebutkan pada poin 2.
Jika memungkinkan baginya untuk mendahulukan makan kemudian mendatangi masjid, itulah yang diharapkan, namun jika tidak memungkinkan karena sempitnya waktu, maka hal itu termasuk udzur. Misal: Seseorang yang baru pulang dari safar dalam kondisi sangat lapar dan terasa pada dirinya tanda-tanda lapar yang sangat seperti keringat dingin, dada berdegub kencang, dan semisalnya. Sedangkan waktu pelaksanaan sholat Jumat sudah hampir berakhir. Maka, ia hendaknya mendahulukan makan. Jika memang ia terlewatkan dari sholat Jumat karena sebab itu, maka hal itu termasuk udzur. Dalam hadits juga dinyatakan:
إِذَا قُدِّمَ الْعَشَاءُ فَابْدَءُوا بِهِ قَبْلَ أَنْ تُصَلُّوا صَلَاةَ الْمَغْرِبِ وَلَا تَعْجَلُوا عَنْ عَشَائِكُمْ
4. Hujan lebat
Sebagian Ulama’ menyatakan bahwa hujan rintik-rintik sudah merupakan udzur (keringanan) untuk tidak mendatangi sholat berjamaah, sebagaimana hadits:
عَنْ أَبِي الْمَلِيحِ قَالَ خَرَجْتُ فِي لَيْلَةٍ مَطِيرَةٍ فَلَمَّا رَجَعْتُ اسْتَفْتَحْتُ فَقَالَ أَبِي مَنْ هَذَا قَالَ أَبُو الْمَلِيحِ قَالَ لَقَدْ رَأَيْتُنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْحُدَيْبِيَةِ وَأَصَابَتْنَا سَمَاءٌ لَمْ تَبُلَّ أَسَافِلَ نِعَالِنَا فَنَادَى مُنَادِي رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلُّوا فِي رِحَالِكُمْ
Namun, jika seseorang tetap berusaha mendatangi masjid untuk mendapatkan keutamaan sholat Jumat, maka yang demikian lebih utama.
5. Angin kencang dan dingin sehingga menghalangi dari keluar rumah.
6. Mengkhawatirkan keselamatan dirinya (ketakutan yang mencekam)
Misal: berlindung dari kejaran penguasa yang dholim yang akan membunuhnya bukan secara haq, atau panik menyelamatkan diri karena adanya bencana alam.
وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
Dan janganlah kalian menjatuhkan diri kalian sendiri pada kebinasaan(Q.S alBaqoroh:195).7. Mengkhawatirkan hartanya yang berharga hilang atau rusak jika ditinggal pergi mendatangi sholat berjamaah.
8. Sedang dalam proses pencarian suatu kendaraan/ barang berharga (bernilai tinggi) yang sebelumnya hilang, dan teridentifikasi barang tersebut sedang berada di suatu tempat. Hal itu membutuhkan tindakan cepat untuk segera mendatangi tempat tersebut agar barangnya bisa ditemukan. Jika ia harus mendatangi masjid untuk sholat terlebih dahulu, maka peluang barang berharganya ditemukan sangat kecil.
9. Ia ditugasi bekerja untuk menjaga pengoperasian alat-alat berharga milik perusahaan yang jika ditinggal untuk mendatangi masjid pada saat itu bisa menyebabkan hilang atau rusaknya barang yang diamanahkan padanya.
Termasuk kategori ini adalah seseorang yang jam kerjanya bertepatan dengan sholat Jumat, sedangkan pekerjaan tersebut adalah pekerjaan penting yang memberikan maslahat bagi kaum muslimin, atau suatu pekerjaan tak tergantikan yang jika ditinggal saat itu bisa menimbulkan kerugian besar hilang/rusaknya barang berharga milik perusahaan yang mempekerjakannya.
Namun, semestinya hal tersebut tidak berlangsung terus menerus sehingga menyebabkan ia selalu meninggalkan sholat Jumat.
Jika pekerjaan tersebut sebenarnya bisa ditinggal tanpa dikhawatirkan ada mudharat, maka hak Allah adalah yang harus didahulukan, tetap wajib mendatangi sholat Jumat.
10. Menjaga dan merawat seorang yang sakit parah dan dikhawatirkan bisa meninggal atau semakin parah sakitnya jika ditinggal.
11. Kecapekan dan mengantuk yang amat sangat, jika ia sudah tidak bisa lagi mengerti bacaan apa yang sedang dibaca dalam sholat.
عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا نَعَسَ أَحَدُكُمْ فِي الصَّلَاةِ فَلْيَنَمْ حَتَّى يَعْلَمَ مَا يَقْرَأُ
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا نَعَسَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ يُصَلِّي فَلْيَرْقُدْ حَتَّى يَذْهَبَ عَنْهُ النَّوْمُ فَإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا صَلَّى وَهُوَ نَاعِسٌ لَا يَدْرِي لَعَلَّهُ يَسْتَغْفِرُ فَيَسُبُّ نَفْسَهُ
Syaikh Muhammad bin Sholih alUtsaimin menjelaskan bahwa seseorang yang sangat mengantuk dalam sholat bisa jadi ia berdoa meminta surga namun keliru berucap meminta neraka, bermaksud meminta hidayah, justru keliru berucap meminta kesesatan, dan semisalnya (Syarh Riyadis Sholihin juz 1 halaman 166).
12. Bersembunyi karena ditagih hutang pada saat ia benar-benar tidak memiliki sesuatu untuk dibayarkan, sedangkan penagihnya adalah orang yang akan menganiaya ataupun mencaci maki dan umpatan berlebihan yang menyebabkan ia tidak sanggup menahannya.
13. Imam membaca bacaan dalam sholat yang sangat panjang, sedangkan tidak ditemukan pengganti atau masjid lain untuk berpindah melakukan sholat.
Sebagaimana Nabi memberikan udzur kepada seorang Arab Badui yang bermakmum di belakang Muadz bin Jabal yang membaca surat alBaqoroh, kemudian orang tersebut memisahkan diri dari jamaah dan sholat sendirian (riwayat alBukhari dan Muslim).
14. Imam cepat sekali dalam sholatnya (tidak thuma’ninah), dan tidak ditemukan pengganti lain ataupun masjid yang lainnya.
Kadar minimum thuma’ninah adalah bisa membaca bacaan wajib dalam setiap gerakan minimal 1 kali. Seperti bacaan subhaana robbiyal adzhim 1 kali pada saat ruku’ dengan catatan, bacaan 1 kali tersebut dibaca pada saat posisi benar-benar sempurna telah ruku’, bukan pada saat gerakan perpindahan.
Poin-poin tentang udzur tersebut kami sarikan dari penjelasan Ibnu Muflih dalam al-Furu’ dan Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin dalam asy-Syarhul Mumti’. Udzur yang disebutkan tersebut ada yang memiliki dalil yang shohih dan shorih, ada pula yang merupakan istinbath (penggalian hukum) dari keumuman dalil yang ada serta kaidah bahwa syariat-syariat yang ada adalah penjagaan terhadap 5 hal utama (ad-Dharuriyaatul Khoms) dalam diri manusia yaitu: Dien, akal, jiwa, harta, dan kehormatan. Semua aturan-aturan syar’i yang ada adalah untuk menjaga lima hal utama tersebut. Demikian juga dalil-dalil umum tentang kemudahan yang diberikan Allah dan bahwa agama ini adalah mudah, serta perintah untuk bertaqwa kepada Allah semaksimal mungkin sesuai kemampuan.
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Maka bertakwalah kalian kepada Allah semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan kalian” (Q.S atTaghobun:16).
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
“Allah menghendaki kemudahan bagi kalian dan tidak menghendaki kesulitan bagi kalian” (Q.S alBaqoroh:185).
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ
Dari Abu Hurairah dari Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: Sesungguhnya agama ini mudah, dan tidaklah seseorang memberat-beratkan dalam beragama kecuali akan terkalahkan” (H.R alBukhari).
فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ
“Sesungguhnya darah, harta, dan kehormatan kalian adalah haram atas kalian seperti keharaman hari ini di negeri ini pada bulan ini (H.R alBukhari dan Muslim).
4. Apakah seseorang yang terkena udzur untuk meninggalkan sholat Jumat menggantinya dengan sholat dzhuhur?
Jawab: Ya, menggantinya dengan sholat dzhuhur. Demikian juga seseorang yang ketinggalan (terlambat) sholat Jumat tidak mendapati minimal 1 rokaat.
Jawab: Ya, menggantinya dengan sholat dzhuhur. Demikian juga seseorang yang ketinggalan (terlambat) sholat Jumat tidak mendapati minimal 1 rokaat.
مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنْ صَلَاةِ الْجُمُعَةِ أَوْ غَيْرِهَا فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلَاةَ
Jika seseorang mendapati 1 rokaat sholat Jumat, ia tinggal menambah 1 rokaat lagi. Namun, jika ia tidak mendapatkan 1 rokaatpun, maka ia menggenapkan menjadi total 4 rokaat.
Terhitung satu rokaat jika seseorang mendapatkan ruku’ bersama Imam
مَنْ أَدْرَكَ الرُّكُوْعَ , فَقَدْ أَْدْرَكَ الرَّكْعَة
Batasannya adalah ruku’ di rokaat terakhir. Jika seseorang mendapati ruku’ imam di rokaat terakhir pada sholat Jumat, ia tinggal menambah 1 rokaat lagi. Namun, jika pada rokaat terakhir ia mendapati Imam sudah I’tidal atau setelahnya, maka ia harus sholat 4 rokaat lagi.
(Lihat Penjelasan alLajnah adDaimah).
5. Bolehkah pelaksanaan sholat Jumat tidak di masjid?
Jawab:
Imam Malik berpendapat bahwa sholat Jumat harus dilakukan di masjid Jami’, sedangkan jumhurul Ulama’: Imam Abu Hanifah, Asy-Syafi’i, dan Ahmad berpendapat bahwa bangunan masjid bukanlah syarat ditegakkannya sholat Jumat. Artinya, sholat Jumat tidak harus dilakukan di masjid. Dalil yang dipakai Jumhurul Ulama’ tersebut di antaranya adalah atsar Umar bin al-Khottob:
Jawab:
Imam Malik berpendapat bahwa sholat Jumat harus dilakukan di masjid Jami’, sedangkan jumhurul Ulama’: Imam Abu Hanifah, Asy-Syafi’i, dan Ahmad berpendapat bahwa bangunan masjid bukanlah syarat ditegakkannya sholat Jumat. Artinya, sholat Jumat tidak harus dilakukan di masjid. Dalil yang dipakai Jumhurul Ulama’ tersebut di antaranya adalah atsar Umar bin al-Khottob:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ؛ أَنَّهُمْ كَتَبُوا إِلَى عُمَرَ يَسْأَلُونَهُ عَنِ الْجُمُعَةِ ؟ فَكَتَبَ : جَمِّعُوا حَيْثُمَا كُنْتُمْ
Imam Asy-Syafi’i berpendapat bahwa maksudnya lakukan sholat Jumat di manapun selama berada dalam lingkungan perkampungan/pemukiman, karena pada waktu itu mereka berada di Bahrain (Aunul Ma’bud juz 3 halaman 283).
Pendapat jumhur dan penjelasan Imam Asy-Syafi’i inilah yang benar. Sehingga, jika suatu tempat terkena bencana alam dan meruntuhkan bangunan masjidnya, maka seharusnya penduduk di wilayah tersebut yang masih selamat bisa melakukan sholat Jumat di areal sekitar puing-puing bangunan tersebut (meski sudah bukan berupa bangunan lagi).
Di sisi lain, tidak dibenarkan sholat Jumat yang dilakukan bukan di suatu perkampungan. Misal, sholat Jumat di atas kapal laut yang berlayar di tengah lautan, atau sholat Jumat di suatu hutan yang jauh dari pemukiman. Ini tidak dibenarkan. Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam sering melakukan safar bersama sejumlah Sahabat melintasi gurun pasir atau wilayah-wilayah yang jauh dari perkampungan, bertepatan dengan waktu Jumat beliau tidak melakukan sholat Jumat.
Tidak sepantasnya juga sholat Jumat dilakukan di tempat yang sebelumnya banyak digunakan untuk maksiat. Contoh, pelaksanaan sholat Jumat di aula kantor atau sekolah, yang aula tersebut digunakan untuk berbagai aktivitas, bahkan termasuk pergelaran musik, joget, dan semisalnya. Sholat Jumat tidak selayaknya dilakukan di tempat yang demikian.
6. Berapa batasan minimal jumlah jamaah sholat Jumat?
Jawab: Batasan minimal jumlah orang yang bisa melakukan sholat Jumat adalah 2 orang, sebagaimana sholat berjamaah yang lain. Telah disebutkan dalam hadits Thariq bin Syihab riwayat Abu Dawud bahwa sholat Jumat itu dilakukan harus berjamaah, sehingga persyaratan jumlah jamaahnya adalah 2 orang. Ini adalah pendapat Imam asy-Syaukani.
Dalilnya adalah hadits Thariq bin Syihab tersebut dan hadits:
Jawab: Batasan minimal jumlah orang yang bisa melakukan sholat Jumat adalah 2 orang, sebagaimana sholat berjamaah yang lain. Telah disebutkan dalam hadits Thariq bin Syihab riwayat Abu Dawud bahwa sholat Jumat itu dilakukan harus berjamaah, sehingga persyaratan jumlah jamaahnya adalah 2 orang. Ini adalah pendapat Imam asy-Syaukani.
Dalilnya adalah hadits Thariq bin Syihab tersebut dan hadits:
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى رَجُلًا يُصَلِّي فَقَالَ أَلَا رَجُلٌ يَتَصَدَّقُ عَلَى هَذَا يُصَلِّي مَعَهُ فَقَامَ رَجُلٌ فَصَلَّى مَعَهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَذَانِ جَمَاعَةٌ
7. Kapan waktu pelaksanaan sholat Jumat?
Jawab:
Jumhur Ulama’ (Imam Abu Hanifah, Malik, dan Asy-Syafi’i) berpendapat bahwa waktu sholat Jumat sama dengan sholat Dzhuhur
Jawab:
Jumhur Ulama’ (Imam Abu Hanifah, Malik, dan Asy-Syafi’i) berpendapat bahwa waktu sholat Jumat sama dengan sholat Dzhuhur
عَنْ أَنَسٍ رَضِى اللّهُ عَنْه قَالَ : كَانَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم يُصَلِّى الجُْمُعَةَ حِيْنَ تَمِيْل الشَّمْسُ . رواه البخارى وأحمد وأبو داود والترمذى
Sedangkan Imam Ahmad berpendapat bahwa sholat Jumat boleh dilakukan sebelum tergelincirnya matahari (tengah hari) atau waktunya sama dengan pelaksanaan sholat Ied, berakhir waktunya bersamaan dengan berakhirnya waktu sholat Dzhuhur.
Dalil yang digunakan di antaranya adalah:
1) Nabi menyatakan bahwa Jumat adalah Ied juga bagi kaum muslimin.
2) Hadits Jabir riwayat Muslim:
عَنْ جَعْفَرٍ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ سَأَلَ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ مَتَى كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي الْجُمُعَةَ قَالَ كَانَ يُصَلِّي ثُمَّ نَذْهَبُ إِلَى جِمَالِنَا فَنُرِيحُهَا زَادَ عَبْدُ اللَّهِ فِي حَدِيثِهِ حِينَ تَزُولُ الشَّمْسُ
3) Hadits Salamah bin al-Akwa’ riwayat Abu Dawud:
كُنَّا نُصَلِّي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْجُمُعَةَ ثُمَّ نَنْصَرِفُ وَلَيْسَ لِلْحِيطَانِ فَيْءٌ
4) Hadits Abdullah bin Siidan as-Sulamy:
شَهِدْتُ الْجُمُعَةَ مَعَ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ ، فَكَانَتْ خُطْبَتُهُ وَصَلاَتُهُ قَبْلَ نِصْفِ النَّهَارِ ، ثُمَّ شَهِدْنَا مَعَ عُمَرَ ، فَكَانَتْ خُطْبَتُهُ وَصَلاَتُهُ إِلَى أَنْ أَقُولَ : انْتَصَفَ النَّهَارُ ، ثُمَّ شَهِدْنَا مَعَ عُثْمَانَ ، فَكَانَتْ صَلاَتُهُ وَخُطْبَتُهُ إِلَى أَنْ أَقُولُ : زَالَ النَّهَارُ ، فَمَا رَأَيْتُ أَحَدًا عَابَ ذَلِكَ ، وَلاَ أَنْكَرَهُ
Al-Lajnah ad-Daaimah berfatwa bahwa sebaiknya sholat Jumat dilakukan setelah lewat tergelincirnya matahari, karena demikianlah yang paling banyak dilakukan Nabi, namun jika suatu saat keadaan membutuhkan dilakukan beberapa menit sebelum tengah hari, maka yang demikian tidak mengapa.
8. Apakah mandi pada hari Jumat adalah kewajiban?
Jawab:
Mandi Jumat adalah amalan yang sangat ditekankan, namun tidak sampai pada taraf wajib. Sesuai dengan hadits:
Jawab:
Mandi Jumat adalah amalan yang sangat ditekankan, namun tidak sampai pada taraf wajib. Sesuai dengan hadits:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَوَضَّأَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَدَنَا وَأَنْصَتَ وَاسْتَمَعَ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ وَزِيَادَةُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ قَالَ وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَا
مَنْ تَوَضَّأَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَبِهَا وَنِعْمَتْ وَمَنْ اغْتَسَلَ فَالْغُسْلُ أَفْضَلُ (رواه الترمذي)
Hendaknya seseorang muslim bersemangat dan berupaya keras agar bisa melakukan mandi Jumat. Keutamaan mandi pada hari Jumat telah tercapai jika seseorang mandi setelah terbit fajar pada hari Jumat. Namun, pelaksanaan mandi menjelang sholat Jumat adalah lebih utama (disarikan dari Majmu’ Fatwa Syaikh Bin Baz)
9. Apakah hukum melakukan jual beli pada saat dikumandangkan adzan Jumat?
Jawab:
Sebagian Ulama’ berpendapat bahwa pelaksanaan jual beli pada saat dikumandangkan adzan Jumat (naiknya khotib ke mimbar) adalah haram dan batil. Haram menyebabkan pelakunya berdosa, sedangkan batil artinya akad jual beli itu tidak sah, sehingga pembeli tidak memiliki hak milik terhadap barang yang dibeli waktu itu.
Jawab:
Sebagian Ulama’ berpendapat bahwa pelaksanaan jual beli pada saat dikumandangkan adzan Jumat (naiknya khotib ke mimbar) adalah haram dan batil. Haram menyebabkan pelakunya berdosa, sedangkan batil artinya akad jual beli itu tidak sah, sehingga pembeli tidak memiliki hak milik terhadap barang yang dibeli waktu itu.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ
Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian diseru (dikumandangkan adzan) untuk sholat Jumat maka bergegaslah menuju dzikir kepada Allah dan tinggalkan jual beli (Q.S al-Jum’ah:9).Sebagian Ulama merinci bahwa larangan tersebut adalah jika salah satu pelaku (pembeli atau penjual) adalah orang yang wajib mendatangi sholat Jumat.
10. Apakah ada keutamaan berpagi-pagi mendatangi sholat Jumat? Bagaimana pembagian waktunya?
Jawab:
Jawab:
مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ غُسْلَ الْجَنَابَةِ ثُمَّ رَاحَ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَدَنَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَقَرَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ كَبْشًا أَقْرَنَ وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ دَجَاجَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الْخَامِسَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَيْضَةً فَإِذَا خَرَجَ الْإِمَامُ حَضَرَتْ الْمَلَائِكَةُ يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ (متفق عليه)
Pembagian waktu tersebut dimulai dengan terbitnya matahari di hari Jumat dan berakhir sampai Imam mulai naik mimbar. Rentang waktu tersebut dibagi dalam 5 bagian (penjelasan Syaikh al-Utsaimin dalam Syarhul Mumti’).
Sebagai contoh (untuk memudahkan pemahaman), jika pada suatu Jumat matahari terbit adalah jam 6 pagi (WIB) dan waktu Dzuhur bermula pada jam 12 siang (Imam naik ke atas mimbar), maka rentang waktu 6 jam tersebut dibagi 5 bagian. 6 jam = 6 x 60 menit =360 menit. Jika 360 menit dibagi 5, maka masing-masing waktu itu adalah 72 menit atau 1 jam lebih 12 menit. Sehingga pembagian waktu bagi orang yang mendatangi masjid dan menunggu imam di sana dengan aktivitas ibadah, kurang lebih sebagai berikut:
Waktu I (seperti berkurban unta) : 06.00 WIB – 07.12 WIB
Waktu II (seperti berkurban sapi) : 07.12 WIB- 08.24 WIB
Waktu III (seperti berkurban kambing) : 08.24 WIB – 09.36 WIB
Waktu IV (seperti berkurban ayam) : 09.36 WIB – 10.48 WIB
Waktu V (seperti berkurban telur) : 10.48 WIB – 12.00 WIB
Dijelaskan dalam riwayat lain bahwa jika Imam telah naik mimbar, maka seseorang tidak dapat keutamaan pahala berkurban tersebut karena catatan telah ditutup.
Wallaahu Ta’ala A’lam bisshowaab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar