Selasa, 10 Januari 2012

Bersikap Zuhud

Oleh: Abu Muhammad Farhan



Hiruk pikuk kehidupan dunia dengan ketatnya kompetisi di segala bidang banyak menjadikan manusia lupa atau pura-pura lupa aturan. Yang kuat memakan yang lemah, yang kaya ingin mendapatkan segalanya, yang lain berusaha menjatuhkan, dan begitu seterusnya. Kondisi seperti ini sangat membentuk tabiat manusia menjadi orang-orang yang buas dan menghalalkan segala cara apabila tidak berbekal dengan ketakwaan kepada Allah ta’ala.
Pembaca, syariat Islam yang mulia telah menjelaskan sikap tepat bagi seorang muslim dalam menghadapi fenomena yang menyedihkan ini. Marilah kita simak bersama bagaimana Islam memberikan solusi sekaligus proteksi dari kebuasan nafsu yang banyak melanda umat.
Tundukkan Pandangan dari Dunia
Dunia merupakan kenikmatan yang menipu. Betapa banyak manusia terjerembab ke dalam jebakannya yang membinasakan. Tak jarang kita jumpai manusia berkubang di dalam lumpur dosa tak lain beralasan mengejar dunia. Maka, syariat ini memberikan dorongan kepada umatnya untuk tidak mengumbar pandangannya terhadap dunia ini. Yang mana, terlalu banyak melihat dunia dengan pandangan takjub merupakan salah satu sebab tamaknya seseorang terhadap dunia.
Marilah kita perhatikan bahwa Allah Yang Maha Mengetahui Lagi Maha Bijaksana telah memerintahkan Nabi-Nya untuk bersabar bersama orang-orang yang senantiasa berdoa kepada Rabbnya dan tidak menoleh kepada perhiasan dunia ini. Allah ta’ala berfirman:


“Dan sabarkanlah dirimu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Rabb mereka di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya. Dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini. Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” [Q.S. al Kahfi : 28]
Hal ini juga terkandung di dalam firman-Nya pula:


“Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. dan karunia Rabb kamu adalah lebih baik dan lebih kekal.” [Q.S. Thaha :131]
Dalam ayat ini Allah perintahkan rasul-Nya secara khusus dan seluruh kaum muslimin secara umum untuk tidak tergiur, terlena, dan tenggelam dalam kehidupan dunia yang menyebabkan lalai dari kampung akhirat.
Bahkan, dalam ayat lain Allah ta’ala mencela mereka yang mementingkan kehidupan dunia dan lupa terhadap akhiratnya:


“Sekali-kali janganlah demikian, sebenarnya kalian (hai manusia) mencintai kehidupan dunia.*. Dan meninggalkan (kehidupan) akhirat.” [Q.S. al-Qiyamah 20-21].
Inilah bimbingan dari Allah ta’ala yang Maha Mengetahui maslahat makhluk-Nya  dan inilah hakekat zuhud.
Apa itu ‘Zuhud’?
Pembaca sekalian -semoga Allah ta’ala merahmati kita semua-, lalu apakah sebenarnya zuhud itu? Apakah zuhud berarti meninggalkan dunia ini sama sekali, memakai pakaian yang jelek dan compang-camping sebagaimana dimaknakan oleh sebagian orang-orang sufi?
Ibnu Manzhur di dalam kitab beliau, Lisanul ‘Arab menerangkan bahwa zuhud adalah kebalikan dari mencintai dunia dan tamak terhadapnya.
Adapun Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah, beliau mengatakan bahwa maksud dari zuhud adalah meninggalkan segala sesuatu yang tidak bermanfaat di akhirat.
Sehingga, orang yang zuhud tidak berarti miskin, tidak bekerja, atau bahkan menelantarkan keluarganya. Tetapi mereka yang mampu meninggalkan perkara-perkara duniawi yang tidak bermanfaat di akhirat.
Dunia adalah ujian
Di antara yang harus diingat agar kita berhati-hati dan dan tidak larut dalam persaingan dunia ini, kemudian lupa terhadap akhirat adalah kita harus tahu bahwa dunia ini adalah ujian semata dan keindahan yang menipu. Allah ta’ala jadikan dunia ini untuk menguji para hamba-Nya, siapa yang paling baik amalannya. Kemudian, dengan rahmat dan keutamaan-Nya, mereka berhak mendapatkan surga-Nya;


Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya.” [Q.S. al-Kahfi:7].
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menjelaskan:


Sesungguhnya dunia ini manis dan hijau. Dan Allah menjadikan kalian silih berganti di atasnya untuk melihat bagaimana amalan kalian, maka bertakwalah kalian kepada Allah dalam urusan dunia dan wanita. Karena, fitnah pertama Bani Israil adalah pada wanita.” [H.R. Muslim dari Abu Sa’id radhiyallahu ’anhu].
Dalam hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut dunia sebagai sesuatu yang manis dan hijau. Artinya, dunia ini enak, indah, lagi menggiurkan orang yang berada di atasnya. Allah ta’ala telah menjadikannya sebagai ujian bagi manusia, bagaimana mereka beramal dan bagaimana mereka bersikap terhadap dunia tersebut. Ketika mereka mengambil dengan cara yang benar, menyalurkan pada hal kebajikan, dan mereka zuhud dari perkara-perkara yang bermudharat di akhirat, maka mereka lah yang beruntung.
Ayat lain yang mengemukakan hakekat dunia adalah firman Allah ta’ala:


“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan, dan bermegah-megah di antara kalian serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak. Layaknya hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan engkau melihatnya menguning kemudian menjadi hancur. Sedang di akhirat (nanti) ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.’ [Q.S. al-Hadid:20]
Demikianlah, Allah menyebutkan bahwa tidaklah dunia ini kecuali permainan yang menipu. Sehingga orang yang cerdas -setelah Allah beri taufiq padanya- adalah orang yang mengerti hakekatnya dan menyikapinya sebagaimana mestinya.

Dunia = rendah
Pembaca sekalian -semoga Allah merahmati kita semua- tidak kalah pentingnya untuk kita ketahui agar kita bisa memiliki sifat zuhud adalah kita harus mengetahui pula tentang betapa rendahnya dunia dibandingkan akhirat. Betapa banyak ayat yang menegaskan permasalahan ini, bukankah kita sering mendengar firman-Nya


Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” [Q.S. Al A’la: 17]
Demikian pula, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak sekali menerangkan hal tersebut di dalam haditsnya. Di antaranya, hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari sahabat Al-Mustaurid radhiyallahu ’anhu bahwa Rasulullah bersabda, “Tidaklah dunia dibandingkan dengan akhirat kecuali seperti salah seorang di antara kalian yang memasukan jarinya ini ke dalam samudera -Yahya bin Yahya, salah seorang penyampai hadits mengisyaratkan dengan jari telunjuknya- maka lihatlah air yang menempel pada jarinya’.
Jabir bin Abdilah radhiyallahu ’anhu pernah mengisahkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melewati suatu pasar dan kaum muslimin berada di kanan kirinya. Ketika itu, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati bangkai seekor anak kambing yang cacat telinganya. Maka beliau memegang telinganya kemudian bersabda, “Siapa di antara kalian yang mau membelinya dengan satu dirham?” Para sahabat menjawab, “Ya Rasulullah, kita tidak mau membelinya dengan harga sepeser pun. Untuk apa barang ini?” Beliau bersabda, “Lalu apakah ada di antara kalian yang mau diberi dengan cuma-cuma?” Para sahabat menjawab, “Wahai Rasulullah, seandainya pun anak kambing itu hidup, maka ia kambing yang cacat karena telinganya yang kecil lantas bagaimana lagi sedangkan sekarang ia sudah menjadi bangkai?” [H.R. Muslim].
Subhanallah…! Demikianlah hakekat dunia yang digambarkan oleh teladan kita, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas, apakah kita rela mencurahkan seluruh usaha, memeras keringat, membanting tulang, bahkan sampai mengorbankan segala-galanya, menzhalimi saudaranya, dan melanggar aturan-aturan Allah demi suatu yang tidak bernilai bahkan hina dina. Di lain pihak, dia korbankan masa depannya yang lebih kekal dan kenikmatan yang tidak terkira.

Berkaca Dengan Sang Teladan
Cobalah kita sedikit menengok bagaimana keadaan gaya hidup Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, pemimpin seluruh anak Adam. Beliau lah orang yang paling mengerti hakekat dunia dan akhirat, beliau pula orang yang paling mengerti kadar masing-masing, cara menghargainya, dan bagaimana menyikapinya. Dikisahkan oleh Umar bin Khaththab radhiyallahu ’anhu, dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim, Umar menceritakan sepenggal kondisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ketika itu beliau berbaring di atas tikar, aku pun duduk. Beliau pun menurunkan kainnya. Dan beliau tidak memiliki baju selain kain tersebut. Ternyata tikar tersebut telah membekas pada punggung beliau. Aku melihat lemari beliau, di dalamnya hanya ada segenggam tepung seukuran satu sha’ (sekitar 2,5 atau 3 kg), sejenis daun untuk menyamak di pojok ruangan dan selembar kulit yang telah disamak.” Umar melajutkan, “Maka mengalirlah air mataku.” Beliau bertanya, “Apa yang membuatmu menangis wahai ‘Umar?” Aku menjawab, “Bagaimana aku tidak menangis wahai Nabi Allah, sedangkan tikar ini telah membekas di punggung Anda. Dan lemari ini, aku tidak melihat kecuali apa yang aku lihat. Padahal, raja Romawi dan Persia di sana berada di tengah kebun-kebun buah dan taman-taman mereka. Sementara Anda adalah utusan Allah dan pilihan-Nya dan seperti ini [isi] lemari Anda.” Beliau pun menjawab, “Wahai ‘Umar, tidakkah engkau rela akhirat bagi kita dan bagi mereka dunia!?”
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ’anhu juga menuturkan di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan dishahihkan oleh al-Albani rahimahullah bahwa suatu saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah tidur di atas tikar. Ketika bangun, tikar tersebut membekas di punggung beliau. Kami berkata, “Wahai Rasulullah, maukah kami buatkan kasur untuk Anda?” Beliau menjawab, “Apa urusanku dengan dunia, tidaklah aku di dunia ini kecuali seperti seorang musafir yang  berteduh di bawah sebatang pohon, kemudian beranjak pergi meninggalkannya”.
Allahu akbar! Demikianlah gaya hidup teladan kita, yang Allah sebutkan di dalam firman-Nya:


Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kalian (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” [Q.S. al-Ahzab:21].
Lantas, masihkah kita berambisi untuk mengumpulkan sesuatu yang akhirnya akan kita tinggalkan? Tidakkah kita mencontoh suri teladan yang merupakan makhluk terbaik? Marilah kita renungkan hal ini.
Penutup
Pembaca sekalian -semoga Allah merahmati kita semua- kita yang lemah ini mungkin sangat sulit untuk persis mencontoh gaya hidup Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tetapi paling tidak dari uraian di atas cukuplah sebagai motivasi bagi kita untuk tidak larut dalam kehidupan dunia. Kita ambil dunia ini dengan cara yang halal. Dan kita belanjakan pada perkara kebajikan. Orang yang semacam ini niscaya akan mendapatkan kecintaan Allah dan makhluk-Nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ketika ditanya oleh seseorang mengenai sebuah amalan yang dapat mendatangkan kecintaan Allah dan manusia, beliau menjawab, “Zuhudlah terhadap dunia niscaya Allah akan mencintaimu dan zuhudlah terhadap apa yang dimiliki manusia, niscaya mereka akan mencintaimu” [H.R. Ibnu Majah dari sahabat Sahl bin Sa’d as-Sa’idi radhiyallahu ’anhu dan dihasankan al Albani]
Wallahu a’lam.
Mutiara Hadits
Dari Abu Umamah radhiyallahu ’anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


“Ruh al-Qudus (Jibril) membisikkan ke dalam hatiku bahwasanya ruh seseorang tidak akan keluar dari dunia ini hingga sempurna ajalnya dan lengkap rezekinya [yang ditetapkan baginya]. Maka, carilah rezeki dengan baik dan janganlah karena merasa rezekinya lambat membuat kalian mencarinya dengan memaksiati Allah. Karena, apa yang di sisi Allah tidak didapat kecuali dengan ketaatan kepada-Nya.”
[H.R. Ath-Thabarani, asy-Syaikh al-Albani mengatakan di dalam Shahihul Jami’, “Shahih”]
Sebarkan tulisan ini :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *
*


*Ketik kode di bawah ini
 
You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut

Arsip Blog